Daftar Blog Saya

Jumat, 25 Desember 2015

Gila Tanpa Asa



         Berdesir dalam hati entah kenapa ini menjadi lelucon yang sangat menjengkelkan, Angga menyentak keras orang gila yang merancu tak jelas di sudut jalan, rancuannya aku yakin sangat mengganggu masyarakat pada malam ini. Namun karena malam telah sangat larut tak seorang pun peduli akan rancuannya.

Narkoba kamu, Seksual, Bekasi….!!!!

        Gerutuan orang gila itu sembari teriak yang membuat pendengaran Angga semakin memanas, seakan ingin menghempaskan kakinya ke mulut orang gila itu.
 Udah kawan dia orang sakit tidak usah di tanggapi...

        Angga tetap pergi menghampiri orang gila itu sembari mengupat dan berkata “Heh diam kamu, sudah malam su….!!!!

          Tanpa diduga orang gila ini semakin menjadi dan mengeluarkan badik dari celah celana yang diselipkan di pinggangnya.

         “Diam kamu,, kamu orang mana di sini wilayahku bukan rumahmu tak ada yang boleh menguasai wilayahku. Narkoba kamu, seksual, bekasi. Anak kapolda tak ada yang bisa menyuruh-nyuruh aku”  sembari mengacung-acungkan badiknya rancuan orang gila itu semakin nyaring dan membangunkan pak kades.

          Dengan kasar kutarik Angga sebelum badik itu benar-benar mengoyak perutnya, sudah kawan tak perlu ditanggapai semua hanya ilusi. Seketika itu juga pak kades membawa orang gila itu  ke pelataran makam yang cukup gelap demi kenyamanan desa yang sunyi ini.

        “Purwajaya, purwajaya, purwajaya tanah Ku, Cuma punyaku bukan punyamu. brengsek narkoba, seksual, bekasi…!!!”  makin menggerutu orang gila ini dari kejauhan. 

         Angga  semakin meronta… “Lepaskan aku orang macam dia tak akan pernah jera sebelum dapat pelajaran", gumam Angga denagan penuh emosi.

         Aku tetap menarik Angga pergi tanpa memperdulikan raungannya yang juga semakin menjadi seperti orang gila itu.

          “Kapolda mana kamu… Hahaha… kapolda hanya ada di sana tidak akan pernah ada di sini, hukumannmu berat menjual nama kapolda dihadapanku”, teriak orang gila ini yang semakin tak jelas.

         Lantang ku balas teriakannya, “Heh kamu, tak ada yang sanggup menjual bahkan membeli nama kapolda bahkan otakmu yang sudah tak berotak itupun tak akan pernah ada harganya di mata hukum”,

          Ku dadakan tanganku sebagai ucapan perpisahan kepada orang gila itu yang semakin nyaring nyanyiannya… pak kades hanya bisa menggelengkan kepalanya dan berlahan menghilang dalam kegelapan malam.

       “Lalalalala…hahaha…!!! Heh..!!! kalian pecundang”  sembari mengangkat congkak genggaman tangannya yang berisi Satyalancana Karya Satya yang mengagetkan Angga”.

      Aku kembali tersenyum dan menepuk bahu Angga sembari berkata
           “Engkasi baru”..!!!
          “Aga” ???  jawab Angga.     
          “Ojo Dumeh”,
         Semua orang juga punya, kita hanyalah anak seberang desa yang suatu saat juga akan terhanyut tenangnya arus sungai mahakam yang mulai megeruh ini. Angga yang terkejut itupun mulai termenung dalam hening dan mulai layu berjalan bersamaku untuk mencari sesuatu yang hilang dalam jiwa ini.

      Seakan hentakan langkah kaki dengan cepat mendekati kami berdua yang membuat anjing-anjing mulai menggonggong  seperti pesta kenaikan pangkat, seketika kabut pekat menyelimuti kami dalam kegelapan malam yang mulai membekukan kami.

         “Aaarrggggg….!!!”

      Angga berteriak seperti orang kesurupan dalam kabut ini, aku bahkan kehilangan dia dari pandanganku.   “Angga… Angga….Angga kamu di mana…!!!!”  beberapa detik kemudian semilir angin malam pun berhembus mengusir pergi kabut ini. Tanpa pernah kuduga aku melihat Angga beberapa langkah di belakangku tergeletak bersimbah darah dengan luka mengangga tepat di jantungnya bekas koyakan senjata tajam.

        Gerutu dan nyanyian itu kembali terdengar membuat bulu-bulu halus di leherku berdesir kaku, dengan pandangan tajam seseorang menatapku dari kejauhan, ternyata orang gila itu. Ia kembali berada di pojok jalan sembari tersenyum dan menjilati badiknya yang masih bercucuran darah.
   
                                                                    The end

Minggu, 29 November 2015

Minggu Pagi



            Angin semilir menebarkan kesejukannya seakan mengiringiku bersama pia menelusuri jalanan antar kota ini, Balikpapan ya dimana ada Pantai di sana. Entah kenapa Pantai, aku ini sangat terobsesi dengan pantai setelah sekian lama merencanakan hari ini untuk bisa jalan bersama pia akhirnya hari ini pun tiba.

        Hati ini benar-benar serasa hidup dan sepenuhnya berarti, entah apa yang pia rasakan hari ini tetapi aku melihat binar wajah yang sumringah di sudut bibirnya yang mungil itu, seakan tak mau menghentikan senyumannya. Gadis ini benar-benar membuatku semakin mengajariku betapa pentingnya moment yang kami tunggu-tunggu ini dan betapa berharganya waktu meski hanya sesaat.

      Sebenarnya ini bukan waktu libur panjang tetapi dengan semangat kami memanfaatkan libur yang hanya satu hari dengan sebaik-baiknya untuk menggapai rencana yang belum juga pernah kesampaian,  dan  pagi inipun kami didampingi dengan cuaca yang sangat cerah,

Hmmmmm….!!!!!!

      Menghela nafas panjang, lalu menghembuskannya berlahan, betapa sejuknya pagi ini, aku hanya mengendarai sepeda motor dan menggoncengnya menembus kabut yang mulai dirobek oleh sinar mentari yang berlahan meraksasa.

     Benar-benar apa adanya yang terlihat dihari ini yang membuat aku tak hentinya mencuri-curi pandangan melihat binar matanya yang indah ini dari kaca spion, iya kaca spion gak lucukan kalo aku tengok kebelakang  dan nantinya aku tak melihat arah jalan ke depan lalu terjatuh berdua, kan dia bisa terluka dan hilang keelokan dirinya Hehehe,,,,,   

      Aku sangat menikmati perjalan ini karena aku tak pernah menyangka bahwa rencana yang hanya sekedar rencana ini rupanya bisa datang menghampiri kami berdua, karena kesungguhan serta rasa ingin bertemu yang begitu besar setelah sekian lama kami berdua dekat baru kali ini bisa jalan dan meghabiskan waktu bersama meski hanya satu hari. 

       Setibanya di pantai Pia dengan bahagianya menarik tanganku dan langsung mengajakku berfoto seakan tak ingin kehilangan saat-saat yang membahagiakan ini dengan langsung mengabadikannya,   Hari ini benar-benar penuh hal yang menyenangkan dan moment yang tak pernah aku bayangkan.

         Mungkin bagi sebagian orang jalan bersama orang yang disayang itu bisa kapan aja dan kemana aja namun berbeda dengan kami, hal ini dulunya sungguh hanya mimpi yang mungkin tak akan pernah bisa terwujud, namun Tuhan menggariskan sesuatu yang berbeda terhadap kami. 

        Betapa gemulainya gelombang kecil air laut yang tanpa kenal lelah menyapu bibir pantai ini dan penuh hal-hal yang menyenangkan seakan aku tak kuasa ingin memeluk serta mendekap erat dirinya namun aku tak memiliki keberanian sebesar itu, dengan bisa menggenggam erat tangannya itu sudah sangat merupakan sesuatu yang dapat menenangkan jiwaku. Piaku andai kamu tau betapa besarnya harapan yang aku tanamkan pada dirimu, hingga saat ini aku bahkan tak mampu menjelaskan perasaan ini kepadamu aku sendiri tak mengerti apa yang membuatku merasa tenang berada di dekatmu.   

                                                                       The End

Kertas Fotokopi

                                                     

          Kali ini AKU merasa bukan menjadi SAYA tetapi menjadi AKU yang benar-benar AKU, hari ini hari yang tak pernah kubayangkan dan bahkan tak pernah terlintas dalam pikiran bahwa aku akan melakukan hal yang membuat hatinya terluka.
          Situasi sudah mencekam, meruncing dan siap menikam, sekali lagi dia benar-benar tersakiti oleh kalimat yang ditulis jari mungil ini yang sungguh munafik.

           Malam mulai kelam tak bisa kubayangkan binar airmata yang meleleh di pelupuk matanya yang diiringi sendu sedan di balik bantal itu karena kotornya sikap ini . Semua telah terjadi bunga yang layu tak akan pernah mungkin bisa untuk mekar kembali.

          Kuncilah kembali hatimu jika memang hanya itu yang bisa membuatmu lebih tenang dan menyejukkan keadaanmu saat ini. Anggaplah aku hanyalah mimpi burukmu sayang.

           Kalimat balasan yang kau kirimkan ke aku sungguh membuatku terpaku dalam lamunan yang nyata dan aku berharap semua hanyalah halusinasi saja, akan tetapi sekali lagi aku yakin bahwa ini memang benar-benar nyata.

         Namun aku terus berdoa semoga aku salah menafsirkan kalimat itu, aku tak mengerti apa yang kau inginkan apa hanya karena kertas fotokopian yang kau nanti tak kunjung datang atau memang aku yang tak sanggup untuk terbang bersama angan-anganmu yang sangat dalam. Jika memang begitu lepaslah aku, biarlah kau terbang bagai burung elang yang tangguh bertahan dan menghujam masa depan dengan ketegaran.

       Biarlah aku termenung sendiri tanpa ampun dari sikap perbuatan yang aku lakukan, terbanglah sayang jangan kau tengok kebelakang agar kau tak rapuh menghadapi semilir angin topan yang mulai datang.

     Aku tak kuasa melihatmu terluka karena aku yang tak mempu memahamimu, aku bahkan hanya mampu merasakan luapan emosi kesalahan dari dalam diri ini karena sikapku sendiri. Lolongan anjing yang menemani malam yang dimana waktu seraya tak berputar dan tak berjalan seolah bumi ini selalu malam dan terus malam entah ini soal hati atau perasaan namun yang kutau malam ini yang merasakan hanyalah Aku, Kamu dan kertas itu.
     “Besok dipakai pagi2… Itu dikumpul tapi kalau gk bisa yaudah sobek aja ku gk trn skolah”

 
    
                                                                       The End

Senin, 28 September 2015

Corat - coret Nurani



Corat – coret Nurani

Semangat hidup yang membara
Menapak, mengepal, menghantam tanpa perasaan membuatku semakin garang
Ini negeri yang sudah kehabisan persediaan orang baik
Isinya semua penipu
Isinya semua penghasut
Orang baik sudah mati
Orang baik tinggal cerita
Orang baik hanya ada di dongeng
Penumpang gelap hanya bisa membisik tak berdaya
Namun biar begaimanapun ini tetaplah Negeriku, seburuk apapun rupanya aku tak pernah terima bila di umpat para kalangan bejat.......!!!!!!!!

( Bunga Karbitan )

BUMI ETAM



BUMI ETAM

Kau yang memberiku energi kini kau tersiksa dengan api
Asap kematian dan bau hutan terbakar
Jiwaku rasa bukan takdir yang Maha kuasa
Ribuan tangan kotor yang terus mengeksploitasimu

Oh Bumi Etamku….!!!
Tak berdaya dengan robot canggih bernama investor Rakus
menggerusmu dan terus meratakan hutanmu
Berapa banyak parade yang dimainkan untuk memaksa pribumi untuk melakukan ini
Harga diri yang kini dianggap telah mati.

Oh sungai Mahakamku….!!!!
Sumber kehidupan pun telah mengering dan menjadi asin
Rindunya geliat air dari langit yang tak kunjung turun

Oh  Tanah Kutaiku…!!!
Maafkanlah Aku yang tak mampu menjaga keperawananmu
Kau yang ku sayang kini mulai dipersalahkan
seluruh negeri menyalahkan pribumi

                                                                                              (Bunga Karbitan)