Daftar Blog Saya

Rabu, 11 Januari 2017

Pemuda…!!! Itu apa?



Pemuda tak akan pernah bisa takluk meski banyak aturan yang terus membekuk, jiwa keingintahuan tak akan pernah padam didorong oleh rasa penasarannya, tak bisa disalahkan bila potensi pelanggaran itu terjadi karena jiwa pemborontakan itu selalu ada dalam benak setiap pemuda. Seperti halnya yang diungkapkan Niccolo Machiavelli dalam bukunya The Prince bahwa demi suatu keberhasilan seorang pangeran harus mengabaikan pertimbangan moral sepenuhnya dan mengandalkan segala sesuatu atas kekuatan dan kelicikan. Sering kali dikatakan bahwa Machievelli percaya bahwa ada perbedaan antara moralitas untuk kehidupan pribadi dengan moralitas untuk bernegara, Hal itulah yang terlihat pada kondisi saat ini, pemuda itu laksana pangeran dan akan melakukan apa saja yang ia kehendaki tanpa mempertimbangkan baik dan buruknya tindakan karena memandang moralitas pribadi dan moralitas bermasyarakat itu terpisah “yang penting gue gak ganggu loe” ungkapan itu yang sering digunakan sebagai dalih pembelaan diri,  karena yang terpenting adalah kekuasaan untuk mencapai tujuannya.

Sebab itulah generasi pemuda saat ini dianggap bermasalah, namun seharusnya perlu kajian lebih lanjut kenapa semua ini bisa terjadi, apakah semata-mata pemuda menjadi dualisme moral karena kehendaknya sendiri atau ada faktor lain pembentuknya yang harus diatasi bersama. Tanpa mempersoalkan siapa, seharusnya kita bisa mencari sebab itu kenapa. Mungkin salah satu yang mempengaruhinya adalah historis peradaban bangsa ini, Nusantara dulunya adalah bangsa bekas kolonialisasi yang pernah dijajah selama 350 tahun ditambah 3 tahun konon kabarnya, hal itu selalu ditegaskan dalam buku Ilmu pengetahuan Sosial, baik tingkat Sekolah Dasar maupun Sekolah menengah. Apakah mungkin saja usia setingkat SD dan SMP itu masih terlalu belia untuk memahami cerita sejarah bahwa bangsa ini dulunya pernah menjadi bangsa pembangkang Hindia Belanda dan Jepang, hingga disalah terimakan sampai ia dewasa dan menjadi pemuda seperti sekarang.


            Vrij man merupakan bahasa belanda yang memiliki padanan dalam bahasa Indonesia yaitu orang bebas, dan kata ini sekarang telah diserap kedalam bahasa Indonesia menjadi preman yang memiliki arti sebutan kepada orang jahat (penodong, perampok, pemeras, dsb), kenapa ini bisa terjadi, mungkin hal ini juga bisa saja sebagai faktor kenapa pemuda saat ini disebut pembangkang karena pemuda yang sejatinya penggerak dan penerus peradaban untuk terbebas dari penjajahan hingga meraih kemerdekaan namun gelar orang bebas yang memerdekakan dicabut begitu saja dan justru diartikan sebaliknya sehingga berkonotasi negatif seperti sekarang, padahal sejarah Vrij man itu tak bisa dipisahkan dari sejarah perjuangan kemerdekaan. Siapa pelakunya? tetapi ini bukan soal siapa namun mengapa terjadi demikian, bukankah Vrij man juga merupakan bagian dari pemuda?

         Seakan sebelum para penjajah itu masuk, Nusantara ini belum memiliki peradaban sehingga yang terdapat pada buku sejarah tingkat dasar hanya dongeng-dongeng sejarah kebodohan orang terdahulu, padahal jauh sebelum itu nusantara telah memiliki peradapan yang murni dari tangan-tangan orang pribumi yang tak kalah dibandingkan hasil adopsi dari peninggalan para penjajah saat ini yang perlu diperkenalkan dan dipahami oleh pemuda-pemuda saat ini baik secara formal maupun non-formal.

            Tak heran bila pemuda saat ini dikatakan sangat bringas serta lebih diktator dibandingkan Adolf Hitler dan Joseph Stalin karena dua tokoh kejam dunia itu mempertahankan kekuasaannya demi bangsanya, sedangkan pemuda saat ini yang terlalu sering dicekokin sejarah kekejaman penjajah di bangku sekolah melakukan kekejaman untuk menghancurkan bangsanya demi memuaskan hasrat birahinya semata “yang penting gue gak ganggu loe” lagi-lagi kalimat itu yang terdengar. 

            Pemisahan moral ataupun dualisme moral itu membuat sebagaian besar pemuda menganggap Tuhan terpisah dengan kehidupan yang realistis ini, lagi-lagi dogma penjajah berhasil meracuni paham generasi muda Nusantara, jika pemuda adalah luka bagi negeri ini ? lalu dimanakah cinta? Sekarang kami telah buta.  

Jumat, 30 September 2016

Sang Batak : Saragi Dasalak



Kisah ini saya dengar dari sahabat saya yang merupakan seorang batak, ia memang satu tempat kelahiran dengan saya jauh dari tanah kelahiran orang tuanya. Marganya Saragi Dasalak, mungkin beberapa orang beranggapan bahwa ia menggunakan kedua marga orang tuanya, yaitu Saragi marga bapaknya dan Dasalak marga mamaknya atau sebaliknya. Saya pun sempat beranggapan seperti itu. Namun ternyata anggapan itu salah, Saragi Dasalak merupakan satu marga yang tidak terpisah, yaitu marga bapaknya.
Saya pun bertanya kepadanya mengapa marganya dua nama, karena baru kali ini saya melihat seorang batak bermarga satu tetapi dua kata. Karena saya juga memiliki beberapa teman yang juga seorang batak namun hanya menggunakan satu nama marga. Dia pun mulai menceritakannya.
____
Jadi begini ceritanya, Dasalak merupakan marga yang hilang. Sebenarnya dahulu keturunan Saragi itu banyak sekali dan para keturunan lelaki dari keluarga saragi sering bermain di hutan pada waktu kecil, namun ada salah satu dari mereka yang hilang di hutan diduga tersesat.
Seluruh penduduk kampung pun gempar lalu mencari keturunan Saragi yang hilang itu, semua marga berkumpul dan bersatu untuk mencarinya kedalam hutan. Berhari-hari penduduk kampung menelusuri hutan namun tidak membuahkan hasil. Banyak pula penduduk kampung yang beranggapan keturunan Saragih kecil ini telah tewas dimakan hewan buas. Keluarga Saragi pun sangat terpukul atas kejadian itu.
 Waktu terus berlalu,tahun demi tahun terus terganti setiap hari kehilangan keturunan Saragi kecil itu selalu diperingati dengan upacara adat dengan harapan dia akan kembali tetapi hal itu mustahil. Para saudara-saudara teman bermain keturunan Saragi yang hilang itu pun kini telah beranjak dewasa mereka semua menyesali akan hari itu, andai waktu dapat diulang mungkin siang itu tak akan mengajak saudara terkecilnya bermain ke hutan.
Telah banyak penduduk kampung yang mulai lupa akan peristiwa ini, ada salah satu penduduk kampung yang berasal dari marga yang berbeda sedang mencari kayu di hutan dan dia bertemu dengan seorang pemuda tampan namun pemuda itu sangat asing di mata penduduk itu.
Seorang penduduk kampung ini menyapa pemuda itu menggunakan bahasa karo, jika memang pemuda ini bukan keturunan marga batak maka tidak akan mengerti bahasa itu, tetapi sang pemuda memahami dengan jelas akan bahasa itu dan membalas sapaannya. Penduduk ini pun heran dia tak mengenali pemuda itu tetapi dia bisa berbahasa karo.
Diajaklah pemuda itu ke kampung karena penduduk desa itu beranggapan bahwa pemuda ini adalah saudara batak. Setelah tibanya di kampung banyak yang bertanya pada penduduk yang membawa pemuda itu siapa yang dia bawa. Penduduk yang membawanya pun tak tahu siapa pemuda itu. seorang tetua adat pun bertanya kepada pemuda itu siapa namanya dan apa marganya namun pemuda itu tidak dapat menjawab, tetapi dia fasih berbahasa karo. Tetua adat pun bertanya kepada semua tetua marga namun tidak ada yang merasa punya saudara atau keturunan dia. Namun karena dia dianggap bagian dari batak maka tetua adat memberinya sebutan Dasalak yang artinya sendiri, semenjak itu penduduk kampung memanggilnya dengan nama Dasalak.
Dasalak pun hidup dengan baik dalam bermasyarakat dan banyak penduduk yang mulai mengenalnya, hingga tiba pada saat peringatan upacara hari kehilangan keluarga Saragi diperingati untuk kesekian kalinya, Dasalak pun bertanya kepada tetua adat siapa yang diperingati ini. tetua adat pun menceritakan semua kejadiannya pada Dasalak dan ia pun mulai mengerti.
Para penduduk kampung semua hadir pada upacara itu tak terkecuali Dasalak, namun mata salah seorang keturunan Saragi mulai tetuju kepada Dasalak ia seperti tidak asing dengan Dasalak seakan telah lama mengenalnya.
“Dari mana asal kau ?”
“Dari hutan Bang.”
Mereka berdua pun terdiam sejenak, salah seorang keturunan Saragi ini pun langsung mendekati Dasalak dan menyibakkan bajunya. Ternyata benar dugaanya bahwa terdapat tanda lahir di punggungnya.
Dia pun terbelalak langsung memeluk Dasalak,,,
“kau adalah adikku”.
Penduduk kampung, tetua adat, dan tetua marga Saragi pun baru menyadarinya  bahwa Dasalak merupakan keturunan Saragi kecil dulu yang hilang di hutan bertahun-tahun lalu.
____

Jadi begitulah kisahnya, semenjak itu keturunan dari Dasalak juga menggunakan nama Saragi pada marganya karena Dasalak sebenarnya adalah keturunan dari Saragi juga, namun karena sebuah peristiwa yang tidak dikehendaki dan harus dikenang sebagai penghormatan kepada leluhurnya sehingga kedua nama itu menjadi satu marga, hal inilah yang membuat marga Saragi Dasalak masih digunakan hingga saat ini. Itulah alasanya kenapa nama sahabat saya ini menggunakan satu marga namun dua kata marganya.

Jumat, 19 Agustus 2016

Keberangkatan Beliau



 Keheningan desa ini terpecah dengan deru mesin-mesin mobil militer yang melintas dan terparkir memenuhi jalan desa serta halaman rumah yang tak begitu luas milik tetangga, karangan bunga pun tesusun rapi pada pelataran rumah no.32 itu. Terlihat sebuah nama salah seorang anggota militer yang terpampang di kaca depan rumah, ternyata beliau telah tiada. 

            Seragam  dengan pangkat, sepatu mengilap, foto keluarga dan sepucuk senjata api tergeletak begitu saja di sana, terlihat seorang istri dengan tiga orang anak meratap sendu memandang sosok ayah terbujur kaku pada ruang keluarga. barisan orang bertubuh tegap dengan seragam pun memenuhi pelataran rumah itu bersiap menghantarkan keberangkatan beliau.

           Semua yang datang  tak bisa redakan gundah bagi keluarga ini, terdengar lantunan syair Tuhan yang keluar dari lisan seorang pengemuka agama pada rumah ibadah di persimpangan jalan yang terdengar menusuk kedalam gendang telinga, di sudut sana banyak orang merasa kehilangan di sudut lainnya bertanya sebab apa terjadi ajal.

         Terlihat sorot mata tajam dari kejauhan yang membuatku temenung dalam lamunan, terhanyut dalam ingatan hingga membuatku tersungkur dalam hayalan. Merdu kicauan burung membangunkanku dari ketidak sadaran.

           Suara tangis terdengar dari balik mobil, seorang ibu yang lama meratapi sosok tubuh suaminya. Mata para tetangga menjadi saksi atas ratapan kesedihan keluarga anggota militer yang dahulunya pastilah gagah, tegap dan perkasa namun saat ini telah terkulai tanpa daya. Ribuan jerit di depan mataku buyarkan mimpi sementara anak-anak beliau.

           Alunan nama Tuhan sesekali terdengar dari lisan-lisan pelayat, sebaskom bunga dengan beras kuning bertaburan turut melengkapi ratapan mereka, kesedihan itu mengiringi mereka lalu pergi tanpa ragu sebagai lambang duka untuk para pengabdi. 

 Tepat beberapa hari sebelum kemerdekaan RI ke-71, Tugasmu telah berakhir Pak..!!!

Selasa, 09 Agustus 2016

Sudut Berlakang Rumah



Sedari tadi aku habiskan waktuku untuk mengamati dari kejauhan tingkah laku ayam-ayam milik bapak. Tak ada yang istimewa dari tingkah laku ayam itu, sama seperti ayam-ayam milik tetangga lainnya. Entah hal apa yang membuatku betah berlama-lama memandangi ayam-ayam ini. Ku rasa aku mulai mencintainya. 
Hampir sebulan aku pergi kesana-kemari mencari pekerjaan namun belum menemukan yang cocok. Bukan aku bermaksud pilih-pilih pekerjaan namun aku harus pastikan aku menguasai jenis pekerjaan itu, mungkin ini yang membuat aku hingga saat ini masih menganggur dan berdiam diri di rumah.
Aku pun mulai masa bodoh akan hal ini, lebih baik aku lihat sekali lagi tingkah laku keseharian ayam-ayam bapak, ayam-ayam ini hanya punya paruh yang tak tajam dan kaki dengan ceker yang tak kokoh apalagi sayap lebar untuk terbang melayang seperti elang namun mereka bisa terus hidup lalu kembali kekandang pada sore hari dengan keadaan kenyang untuk tidur malam yang nyenyak.
Bapak tak pulang hari ini, pekerjaannya menjadi buruh tambang mengharuskannya meninggalkan mentari keluarga hari ini, entah hanya hari ini sampai lusa atau minggu depan yang jelas bapak akan pulang membawa uang hasil panasnya terik tambang yang katanya ada tambahan tunjangan untuk hari raya kali ini. Tentu tanpa gentar beliau menantang peluhnya untuk terus keluar demi penghasilan yang lebih besar.
Beberapa minggu telah berlalu namun tak ada satupun pekerjaan yang aku dapatkan untuk membantu menghidupkan nyalanya api dapur. Sudut belakang rumah seperti menjadi tempat favorit mamak, dimana sedari tadi aku mengamati orang yang paling aku sayangi ini sedang sibuk melakukan sesuatu hal yang berarti. Tanpa henti tangannya melakukan hal-hal yang membuatku terkesan, jemari mungilnya telah memberikan kesempatan hidup bagi benih-benih tanaman kebun yang sejak dua minggu lalu telah ditabur, ini masa transisi dimana biji berubah menjadi sebuah tanaman yang kelak akan menopang perut-perut lapar ini.
Aku mengambil seember air lalu aku siramkan pada benih-benih milik mamak yang baru dua minggu tumbuh itu. Ku ambil segepok polibag di gudang kucoba gemburkan tanah dengan sedikit campuran pupuk kandang kotoran ayam milik bapak, akupun melihat hakikat ilmu hidup dalam menghijaukan sudut belang rumah.
Mungkin sekilas seperti ini cara ayam mengenyangkan perutnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.