Daftar Blog Saya

Sabtu, 25 Maret 2017

Jumat Malam




Allohumma Sholli wa Sallim 'alaa sayyidinaa wa maulanaa Muhammadin 2X
'Adada maa fii 'ilmillahi Sholatan daaimatan bidawaami mulkillaahi 2X

Padang bulan, padange koyo rino. Rembulane sing ngawe-awe 2X
Ngelengake, ojo turu sore.
Kene tak critani, kanggo sebo mengko sore

Lantunan shalawat menggema diiringi genderang serangkaian rebana yang ditabuh dengan semangat oleh para santri langgar Ad-Dakwah, ceria di raut wajah mereka mengingatkanku pada saat seusia mereka. Aku pun takjub melihat seorang gadis kecil yang dengan merdu dan fasih melantunkan syair-syair Tuhan itu.
            Tanpa canggung dengan lantang dia terus bersyair membuat mata ini tak sanggup berkedip, masaku mungkin telah usai namun kegiatan semacam ini tak akan pernah berakhir, karena bagaimanapun menurutku mereka semua memiliki potensi yang jauh lebih baik dari masaku, teman-teman seusiaku pun yang telah uzur tak percaya dengan ceritaku ini, aku tak peduli tentang pendapat mereka. Karena santri-santri muda ini kelak akan menggantikan kami yang dulu juga pernah meramaikan tempat ibadah ini sama seperti mereka.
            Memang telah banyak yang berubah dari tempatku menimba ilmu agama ini, namun fase itu tetap akan terus berulang, bahkan ustaz yang menjadi pembimbing kami kulitnya kini telah keriput, matanya mulai buram, rambutnya memutih, punggungnya mulai bongkok, dan tak segarang dulu, tapi omelannya terus menggema bila ada santri yang melalaikan-Nya. Bila tak ada bibit muda yang menggantikannya siapa lagi yang bisa menjadi panutan selanjutnya untuk generasi-generasi Ad-Dakwah yang akan datang.
            Rotan dan penghapus melayang mungkin kini sudah bukan zamannya lagi namun didikan dan tempaan yang keras itu tetap terus dibutuhkan, mau bagaimanapun pedang terbaik haruslah melalui proses tempa yang tak ringan dan tak mudah, diharapkan pedang yang telah terbentuk pun tetap terus tajam agar dapat mengoyak hati yang telah lama mengapal oleh peradapan pergaulan teknologi berkembang saat ini.
            Dengan semangat untuk memupuk bibit-bibit itu terbentuklah wadah generasi penurus langgar yang disepakati bersama dengan nama IRSAD (Ikatan Remaja dan Santri Ad-Dakwah) meski terlihat sederhana, namun dalam kegiatannya terdapat tausyiah yang dapat  membuka wawasan akan toleransi beragama serta bekal untuk bersosialisasi dan tanggap akan persoalan yang sedang terjadi di sekitar kita.

Rabu, 11 Januari 2017

Pemuda…!!! Itu apa?



Pemuda tak akan pernah bisa takluk meski banyak aturan yang terus membekuk, jiwa keingintahuan tak akan pernah padam didorong oleh rasa penasarannya, tak bisa disalahkan bila potensi pelanggaran itu terjadi karena jiwa pemborontakan itu selalu ada dalam benak setiap pemuda. Seperti halnya yang diungkapkan Niccolo Machiavelli dalam bukunya The Prince bahwa demi suatu keberhasilan seorang pangeran harus mengabaikan pertimbangan moral sepenuhnya dan mengandalkan segala sesuatu atas kekuatan dan kelicikan. Sering kali dikatakan bahwa Machievelli percaya bahwa ada perbedaan antara moralitas untuk kehidupan pribadi dengan moralitas untuk bernegara, Hal itulah yang terlihat pada kondisi saat ini, pemuda itu laksana pangeran dan akan melakukan apa saja yang ia kehendaki tanpa mempertimbangkan baik dan buruknya tindakan karena memandang moralitas pribadi dan moralitas bermasyarakat itu terpisah “yang penting gue gak ganggu loe” ungkapan itu yang sering digunakan sebagai dalih pembelaan diri,  karena yang terpenting adalah kekuasaan untuk mencapai tujuannya.

Sebab itulah generasi pemuda saat ini dianggap bermasalah, namun seharusnya perlu kajian lebih lanjut kenapa semua ini bisa terjadi, apakah semata-mata pemuda menjadi dualisme moral karena kehendaknya sendiri atau ada faktor lain pembentuknya yang harus diatasi bersama. Tanpa mempersoalkan siapa, seharusnya kita bisa mencari sebab itu kenapa. Mungkin salah satu yang mempengaruhinya adalah historis peradaban bangsa ini, Nusantara dulunya adalah bangsa bekas kolonialisasi yang pernah dijajah selama 350 tahun ditambah 3 tahun konon kabarnya, hal itu selalu ditegaskan dalam buku Ilmu pengetahuan Sosial, baik tingkat Sekolah Dasar maupun Sekolah menengah. Apakah mungkin saja usia setingkat SD dan SMP itu masih terlalu belia untuk memahami cerita sejarah bahwa bangsa ini dulunya pernah menjadi bangsa pembangkang Hindia Belanda dan Jepang, hingga disalah terimakan sampai ia dewasa dan menjadi pemuda seperti sekarang.


            Vrij man merupakan bahasa belanda yang memiliki padanan dalam bahasa Indonesia yaitu orang bebas, dan kata ini sekarang telah diserap kedalam bahasa Indonesia menjadi preman yang memiliki arti sebutan kepada orang jahat (penodong, perampok, pemeras, dsb), kenapa ini bisa terjadi, mungkin hal ini juga bisa saja sebagai faktor kenapa pemuda saat ini disebut pembangkang karena pemuda yang sejatinya penggerak dan penerus peradaban untuk terbebas dari penjajahan hingga meraih kemerdekaan namun gelar orang bebas yang memerdekakan dicabut begitu saja dan justru diartikan sebaliknya sehingga berkonotasi negatif seperti sekarang, padahal sejarah Vrij man itu tak bisa dipisahkan dari sejarah perjuangan kemerdekaan. Siapa pelakunya? tetapi ini bukan soal siapa namun mengapa terjadi demikian, bukankah Vrij man juga merupakan bagian dari pemuda?

         Seakan sebelum para penjajah itu masuk, Nusantara ini belum memiliki peradaban sehingga yang terdapat pada buku sejarah tingkat dasar hanya dongeng-dongeng sejarah kebodohan orang terdahulu, padahal jauh sebelum itu nusantara telah memiliki peradapan yang murni dari tangan-tangan orang pribumi yang tak kalah dibandingkan hasil adopsi dari peninggalan para penjajah saat ini yang perlu diperkenalkan dan dipahami oleh pemuda-pemuda saat ini baik secara formal maupun non-formal.

            Tak heran bila pemuda saat ini dikatakan sangat bringas serta lebih diktator dibandingkan Adolf Hitler dan Joseph Stalin karena dua tokoh kejam dunia itu mempertahankan kekuasaannya demi bangsanya, sedangkan pemuda saat ini yang terlalu sering dicekokin sejarah kekejaman penjajah di bangku sekolah melakukan kekejaman untuk menghancurkan bangsanya demi memuaskan hasrat birahinya semata “yang penting gue gak ganggu loe” lagi-lagi kalimat itu yang terdengar. 

            Pemisahan moral ataupun dualisme moral itu membuat sebagaian besar pemuda menganggap Tuhan terpisah dengan kehidupan yang realistis ini, lagi-lagi dogma penjajah berhasil meracuni paham generasi muda Nusantara, jika pemuda adalah luka bagi negeri ini ? lalu dimanakah cinta? Sekarang kami telah buta.