Mulai menggelinding lagi kedua roda dipagi yang dingin (Selasa/12/03/2019) jalanan yang lengang kerikil kecil, genangan air pasca
hujan dini hari masih terasa dalam kabut pagi yang membuat tubuhku terus
bergetar. Kupikir saat ini juga aku akan berpulang, aku merasakan sesuatu yang belum
pernah kurasakan. Aku tersungkur tanpa pernah ku ingat apa penyebabnya, kaca
helm yang pecah terasa melukai sudut mataku, erangan kecil keluar dan kucoba
ludahkan terasa sakit, sempat ku lirik jam di tangan kiriku menunjukan pukul
07.37, kedua telapak tangan dan wajah bagian kananku terasa perih sesaat
terseret, seketika ku lihat semua serba putih, Entah mengapa terlintas sosok Dahri Dahlan bersama W175nya yang mentereng itu.
“Kau Bisa Masuk Neraka Kalau Belum Membaca Buku”
Sial, ternyata pesan itu yang terngiang dibenakku saat peristiwa terjadi. Tubuhku
terkulai kurasakan benturan keras telah terjadi di kepalaku, lidahku serasa
mengeluarkan darah dan kesadaranku mulai terenggut. Teriakan mulai kudengar
entah siapa dan apa yang mereka katakan, Van putih tak dikenal membawaku ke
ruang IGD Rumah Sakit Swasta. Tahun ini benar-benar tahun berat yang harus
kujalani. Raut wajah sedih dan kebingungan beberapa orang hingga rasa perih
yang kurasakan bergumul menyelimutiku di ranjang pasien bilik sempit yang masih
dalam pengaruh anastesi.
Kuratap tubuh, tangan, dan kakiku yang lungai penuh bercak darah dengan
kesadaran yang masih melayang. Ratapanku tertuju ke pintu IGD,Kulihat ada sosok
yang membuatku sangat menyesal akan kehadirannya, aku telah membuatnya khawatir
hingga ia tiba kepadaku, sosok yang luar biasa tegar tanpa pertanyaan hanya
menatap ku. Maaf bila peristiwa ini membuatmu terpukul. Sesaat sosok itu segera
pergi menyelesaikan administrasi ruang IGD. Kucoba tegakkan tubuhku, Tuhan rasa
macam apa ini, bahkan untuk mengdangakkan kepalaku saja aku tak memiliki kuasa.
Beberapa orang yang ku kenal mulai hilir mudih dibilik ruanganku, namun aku
tak mampu berucap, aku merasakan wajahku mati rasa, tangan dan kakiku serasa
lumpuh. Ku pikir akan lebih baik bila saat ini aku berpulang. Namun sesaat bayangan
sial itu datang menghampiriku dan berkata “tugasmu baru dimulai”. Kupejamkan
mataku agar aku tak melihat semua, aku berpikir sepertinya ini hanyalah hayalan kosong yang biasa kugunakan saat
menyembahmu diwaktu sunyi. Tidak, sekali lagi tidak bisa. Rasa sakit ini
benar-benar nyata.
“pukul 20.00 wita naik
meja operasi” sial, sekali lagi ternyata ini bukan hayalan kosong.
Hanya mata sayu yang sedari tadi
hulu mudik dari pintu IGD hingga Ruang Operasi.
To be continue!