Daftar Blog Saya

Sabtu, 25 Maret 2017

ANALISIS FILM " THE BANG-BANG CLUB " DENGAN KETERKAITAN KODE ETIK JURNALISTIK INDONESIA




Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Terdapat pada adegan:
         Greg masuk ke asrama dengan keinginannya sendiri tanpa campur tangan, atau paksaan dari pihak manapun meski telah diingatkan bahwa itu berbahaya, menggambarkan sikap independen.

A:“mau kemana?”
B:“aku mau bicara dengan mereka, di asrama”
A:“itu jalan singkat ke surga”
B:“ah aku ingin melihatnya sendiri”


                         Greg di bar diperkenalkan kepada tiga orang kulit hitam oleh Ken sehingga ia meminta penjelasan selepas itu atas perkataan dari salah satu dari orang kulit hitam yang bernama Sonny menggambarkan bahwa ini adalah keberimbangan berita.
 


”Kalau kamu mendukung Inkatha, pendukung ANC pasti ingin membunuhmu. Kalau kamu ANC pendukung Inkata Zulu ingin membunuhmu jadi selalu ada yang ingin membunuhmu. Tidak peduli kamu memihak siapa”.


Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Terlihat pada adegan: 
               Greg di asrama memotret beberapa anggota Inkatha yang menari dan ada sepucuk senjata api, namun karena ada salah seorang anggota Inkatha yang keberatan sehingga Greg tidak mengambil foto senjata itu, menjaga sikap menghormati privasi sebagai wujud profesionalitas.


                 “ay,ay,ay,ay”
                  “tidak”
                  “ok”

Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Terlihat pada adegan:
                       Greg nyaris disayat pisau karena mengemukakan opininya kepada anggota ANZ bahwa orang yang ingin dibunuh itu bukanlah anggota Zulu Inkatha namun faktanya orang itu memanglah salah seorang anggota Inkatha sehingga tetap layak untuk dibunuh menurut ANC, hal ini memperlihatkan bahwa wartawan tidak boleh mencampur adukkan fakta dan opini yang menghakimi.

A: “Hentikan”
B: “jangan ambil foto lagi”
A: “iya aku akan berhenti ambil foto kalau kamu tidak membunuhinya lagi”
B: “kamu lihat apa yang mereka lakukan pada kita”
A: “bagaimana kalau dia tidak bersalah? Tidak masalah”
B: “itu untuk jadi peringatan”


Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Terlihat pada adegan :
                            Greg yang datang menuju daerah Boipatong untuk bertemu dengan anggota ANC, untuk membuktikan kebenaran dan tidak membuat berita bohong pada serangan yang dilakukan oleh anggota Inkhata.

                               A : Hallo Tuan
                                    Makasih sudah ijinkan kami masuk.
                                    Maaf atas kehilanganmu.
                                    Tapi aku harus tahu apa yang terjadi di sini.
                              B : Mereka datang dengan bus yang dikemudikan oleh orang kulit putih.
                                   Lalu aku dengar suara mereka.
                                   Mereka berikan perintah.
                                  “Jangan bicara, tembak saja.”
                                   Aku ada di rumah ibuku dan anakku bersamaku.
                                   Dan aku tinggalkan dia dengan ibuku untuk pulang menemui istriku.
                                  Aku mulai lari dan aku dikejar.
                                  Aku dengar orang kulit putih itu datang lagi,
                                 “Tangkap dia! Tapi lariku lebih cepat dan bersembunyi disemak.”

Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.

Terlihat pada adegan :
                          Robin melakukan penundaan pemuatan foto untuk minggu depan sebagai bahan beritanya karena terlalu banyak foto yang langka.


                           “kita bisa gunakan yang ini dan yang ini untuk hari minggu”
                           “Foto seperti ini langka”

Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, cacat, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Terdapat pada adegan:
            Greg datang ke asrama Inkatha dan berhasil menggali informasi kepada beberapa anggota bahwa mereka melakukan kekerasan hanya karena satu alasan yaitu bekerja, karena pemerintah memberikan perlakuan diskriminasi kepada anggota Inkatha dengan sulitnya mendapatkan pekerjaan dan diperlakukan tidak layak oleh anggota ANC.
                               “kami di sini untuk satu alasan saja, demi satu alasan. Bekerja” 

           Beberapa adegan di atas mewakili beberapa pasal dalam kode etik jurnalistik Indonesia, meski tak semua pasal dapat ditemukan dalam adegan pada film ini namun inilah beberapa contoh keterkaitan kasus dalam penerapan pasal kode etik jurnalistik yang berlaku di Indonesia. 


KODE ETIK JURNALISTIK

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.

(Kode Etik Jurnalistik ditetapkan Dewan Pers melalui Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers)